Diterbitkan dalam Harian Seputar Indonesia edisi 14 Oktober 2009
Pemberantasan korupsi memang menjadi agenda utama dalam membentuk pemerintahan yang bersih dan kuat (clean and strong governance). Praktek-praktek korupsi di kalangan aparat penegak hukum akhirnya memaksa pemerintah membentuk sebuah lembaga yang bersifat independent (independent and self regulatory body) yang bernama KPK. Urgensi pemberantasan korupsi dengan instrumen KPK memang sangat diperlukan bangsa ini, mengingat korupsi telah menjadi sebuah culture bangsa yang akan sangat sulit dipangkas habis. Namun pemberantasan korupsi di negara ini dengan instrumen KPK tidak serta merta harus dilakukan secara "membabi buta". Prinsip-prinsip limited government atau pembatasan kekuasaan oleh hukum haruslah selalu diutamakan. Hukum harus menjadi panglima dalam memutuskan arah pemberantasan korupsi di negara ini. Lord acton mengatakan bahwa "power tends to corrupt, but absolute power corrupt absolutely"...ini menggambarkan bahwa kekuasaan yang sangat besar akan berujung pada tirani dan kelaliman.
Prinsip-prinsip pembatasan kekuasaan tidak hanya harus diterapkan pada negara, tetapi juga instansi atau lembaga-lembaga-nya termasuk KPK. Diperlukan sebuah formula yang tepat untuk menjaga eksistensi KPK agar tidak menjadi lembaga yang superbody. Kewenangan-kewenangan KPK seperti kewenangan untuk menyadap perlu untuk diberikan pengawasan sebagai penyeimbang (balancing) dari kewenangan itu, sehingga hak-hak asasi bahkan hak konstitusional warga negara tetap terjaga. Memang KPK sudah memiliki mekanisme pengawasan internal, namun seberapa efektif pengawasan internal tersebut dapat meredam KPK???
Sebagai perbandingan, aparat penegak hukum di
Tidak ada komentar:
Posting Komentar